Ingat Ucapan Ahok “Gusti Ora Sare”

Sudah jatuh tertimpah tangga pula. Sudah jatuh alias kalah dikontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017, ditimpah hukuman 2 tahun penjara pula atas tuduhan penodaan agama. Itulah mungkin pepatah yang menimpah Ahok.

Di sini saya tidak ingin mengulas ulang hura-hura Pilkada DKI Jakarta 2017 yang akhirnya dirinya terkalahkan dalam kontestasi tersebut.

Di sini saya juga tidak ingin mengulas ulang hura-hura gelaran aksi demo selama persidangan dirinya yang kemudian divonis 2 tahun penjara atas tuduhan penodaan agama.

Di sini saya hanya diingatkan oleh surat Ahok yang ditulisnya pada 21 Mei 2017 dari rumah tahanan Markas Komando Brimob – Depok yang kemudian dibacakan istrinya, Veronica Tan, dalam sebuah jumpa pers. Di akhir suratnya menuliskan “Gusti ora sare”. 

“Gusti ora sare”. Dalam filosofi budaya Jawa, istilah Gusti ora sare merupakan ungkapan doa keyakinan iman atau kredo bahwa Tuhan tidak tidur.

Ia adalah sang maha tahu, maha melihat, dan maha bijak. Ia tidak tidur, Ia selalu terjaga, Ia selalu melihat atas segalanya.

Dalam konteks kehidupan, pengertian ungkapan Gusti ora sare ini bisa merujuk pada tafsir yang juga dalam bahasa Jawa yaitu becik ketitik ala ketara, yang baik akan kelihatan yang jelek akan nampak.

Di mana dalam kehidupan pada akhirnya segala kebusukan yang berselubung kemunafikan akan terungkap, terbongkar dan ditelanjangi sebagai karma atas perbuatannya. Seiring itu pula, kebaikan dan kebenaran akan dinyatakan.  

Dalam ungkapan becik ketitik ala ketara ini orang baik akan terlihat, orang jahat akan terungkap dan terbongkar dengan sendirinya segala kemunafikan, kebusukan dan kejahatannya sebagai karma atas perbuatannya.

Begitupun dalam panggung politik, pada ungkapan becik ketitik ala ketara ini juga antara lain akan ditandai terbongkarnya segala skandal manipulatif perwujudan ambisi politik satu persatu mulai terkuak dan mengemuka.

Termasuk janji-janji politik yang pernah diucapkan pada masa kampanye dan sesudahnya saat menjabat kini saatnya ditagih perwujudan realisasinya.

Berat memang berat apalagi bila janji-janji atau kontrak politiknya tersebut bagai lirik lagu tinggi gunung seribu janji tak terbatas kata-kata.

Celakanya manakala seorang pemimpin manis dibibir penuh sandiwara alias akeh janji ora ditetepi, akeh wong wani nglanggar sumpahe dhewe – banyak janji yang tidak ditepati, bahkan berani melanggar sumpahnya sendiri.

Kembali pada Gusti ora sare ucapan Ahok. Baginya walau sudah jatuh tertimpah tangga pula, Ahok dengan penuh keyakinan sebagaimana keyakinan imannya bahwa Gusti ora sare.

Di sini ucapan Gusti ora sare itu sebenarnya adalah sebuah jawaban akan sebuah keyakinan spiritualitas religius bukan hanya bahwa Gusti ora sare, tapi juga pada sebuah keyakinan becik ketitik ala ketara.

Dan ucapan Gusti ora sare ini tak lain sekaligus adalah juga jawaban politis mantan Gubernur DKI Jakarta ke 18 yang diterkalahkan dikontestasi Pilkada DKI Jakarta 2017 atas realita politik yang terjadi di hari ini, becik ketitik ala ketara.  

Itu yang kini saya tangkap dan saya lihat dari ucapan Ahok “Gusti ora sare”.

* Alex Palit, citizen jurnalis Jaringan Pewarta Independen “Anti Hoax”, penulis buku “God Bless and You: Rock Humanisme” diterbitkan Elex Media Komputindo (2017) 

Sumber : Tribunnews.com

0 Response to "Ingat Ucapan Ahok “Gusti Ora Sare”"

Post a Comment